Header Ads


 

Parlapo Tuak di Sumut Terancam RUU Larangan Minuman Beralkohol

 


BURUHTODAY.COM - Waduh, bila RUU larangan minuman beralkohol ditetapkan maka akan berdampak pada penutupan lapo-lapo tuak di Nusantara khususnya di Sumatera Utara (Sumut). Jika hal itu benar terjadi, maka ribuan pedagang tuak yang ada tidak menutup kemungkinan akan kehilangan mata pencarian.


Ketua Umum DPP Horas Bangso Batak, Lamsiang Sitompul mengatakan, ada ribuan pedagang tuak di Sumatera Utara (Sumut) yang akan terdampak jika RUU Larangan Minuman Beralkohol disahkan.


"Kalau kita hitung Lapo tuak di Sumut ini mungkin ada ribuan jumlahnya. Jadi kalau itu (Lapo) ditutup, kan repot," kata Lamsiang Sitompul, Sabtu (14/11/2020).


Menurutnya, pemberlakuan hukuman bagi peminum dan penjual minuman beralkohol khususnya minuman tradisional tidak tepat. Di beberapa wilayah, minuman tradisional telah lekat di kehidupan dan menjadi tulang punggung ekonomi.


"Saya kira kalau sifatnya langsung menghukum, kita tidak terima dong. Tapi kalau sifatnya pengaturan, memang harus diatur," ujarnya.


Dikatakan Lamsiang, tidak hanya penjual Tuak yang akan menerima dampaknya, lebih jauh yakni para petani pohon aren sebagai bahan baku pembuatan tuak juga akan terdampak.


"Ada ratusan ribu orang yang menggantungkan hidupnya dengan rantai perdagangan itu. Jadi kalau itu (Lapo) ditutup, kan repot. Hukum itu jangan menyulitkan masyarakat," ungkapnya.


Menurutnya, meminum minuman beralkohol tidak serta-merta dinilai sebagai perilaku bermabuk-mabukan.


Meski Lamsiang mengakui jika Sumatera Utara adalah wilayah yang multikultular dan ada agama yang sesuai ajaran mengharamkan minuman keras.


"Sekelompok orang yang tidak meminum alkohol lantaran karena larangan agama atau kemauannya, itu juga harus kita hormati. Itu hak dia dan tidak bisa kita memaksa dia," tegasnya.


Semestinya, lanjutnya, yang harus diatur adalah penggunaan dan konsumsi dari minuman tersebut.


"Saya pikir pengaturan, agar diatur setiap lokasi yang menjual dan tempatnya. Saya pikir negara harus bijaklah untuk membuat peraturan perundang-undangan," kata dia.



Dia juga berharap kepada pemangku kebijakan dalam setiap peraturan yang berdampak luas, agar melibatkan masyarakat sehingga ada masukan yang diterima sebagai pertimbangan.


"Bisa terjadi resistensi bagi masyarakat. Mungkin ketika penyusunan ini diundangkan, kita atau perwakilan masyarakat lain bisa dilibatkan untuk memberi masukan. Sehingga dapat menjelaskan maksud dan tujuan dari aturan tersebut," pungkasnya.


Sumber artikel https://sumut.suara.com

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar