Header Ads


 

Waw, Ada Apa Dengan DPRD Simalungun Yang Disinyalir Tutup Mata dan Telinga Atas Kasus Bupati Simalungun

SIMALUNGUN - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Simalungun terkesan tutup mata dan telinga terkait kasus Bupati Simalungun JR Saragih.

Sementara sudah jelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 6 Tahun 2015 Terkait Pemilihan, Pengesahan atau Pengangkatan serta Pemberhentian Pada Kepala Daerah dan juga Wakilnya yang diduga telah tersandung permasalahan Hukum Pidana dan ditenggarai pengabaian Undang-undang Sehingga Kepala atau pun Wakil Kepalanya Daerah tersebut bisa dan Harus dicopot atau diberhentikan.

Mengacu pada Undang-Undang No 32 pasal 29 Tentang Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah harus diberhentikan apabila telah dinyatakan melanggar UU, yang mana sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen tentang fotocopy legalisir Izajah Jopinus Ramli (JR) Saragih yang sempat disampaikan pihak tim Penegak Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang di dalamnya yakni Bawaslu,Poldasu, Kejatisu.

Dan saat ini, dugaan masyarakat atas kasus tersebut terkesan di petik es kan. Dan kabarnya  lagi JR Saragih telah di panggil sebanyak 3 kali oleh Penegak Hukum dari penyidik Kejatisu terkait kasusnya tersebut.

Ironisnya lagi, tersiar lagi kabar bahwa panggil tersebut diabaikan JR Saragih. Sementara sudah jelas bila panggilan penegak hukum diabaikan sebanyak 3 kali, seharusnya sudah bisa dilakukan penjemputan secara paksa pada yang bersangkutan.

Perlu diketahui JR Saragih yang dikenal sebagai Bupati Simalungun diduga telah melakukan atau menggunakan documen yang disinyalir palsu dengan membubuhkan tanda tangan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) DKI Jakarta Sopan Andrianto pada bagian fotocopy Legalisir Izajah SMA yang diakui miliknya pada pada saat pencalonan Gubernur Sumut.

Atas kejadian itu, pihak Gakumdu menyatakan bahwa JR Saragih sebagai tersangka pengguna documen palsu yang mana sesuai peraturan undangan undangan hukum pidana JR Saragih dapat diganjar 6 tahun penjara karena diduga telah melakukan pelanggaran seperti yang tertuang pada Pasal 184 UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Dani R
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar