Dugaan Rekayasa Kasus Menguat, Pelapor Gordon Terjepit di Sidang
BATAM – Fakta mengejutkan terungkap dalam sidang lanjutan perkara Gordon Hassler Silalahi di Pengadilan Negeri Batam, Kamis (18/9/2025). Tiga saksi kunci yang diperiksa justru menguatkan dugaan kuat rekayasa kasus, dengan mengungkap bahwa laporan polisi yang menjadi dasar perkara ternyata cacat hukum sejak awal.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Vabiannes Stuart Wattimena itu menghadirkan pelapor, Ikhwan Rotib Nasution, serta dua saksi dari perusahaan, Henri (Direktur PT Nusa Cipta Propertindo) dan Yuyun (pensiunan pegawai BP Batam). Keterangan Henri menjadi pukulan telak bagi legitimasi laporan polisi.
Kuasa Palsu Terbongkar
Dalam kesaksiannya, Henri secara tegas membantah pernah memberikan kuasa kepada Ikhwan untuk melaporkan Gordon ke polisi. "Saya tidak pernah memberikan kuasa untuk lapor polisi," tegasnya di hadapan majelis. Kuasa yang diberikan, jelas Henri, hanya terbatas pada urusan teknis sambungan air, bukan untuk membuat laporan pidana.
Pengakuan ini membongkar kelemahan fatal kasus ini. Laporan Ikhwan ke Polsek Batu Ampar dan Polresta Barelang ternyata tidak memiliki dasar hukum yang sah karena tidak disertai kuasa resmi dari direksi perusahaan. Hakim ketua terlihat menyadari kejanggalan ini, hingga beberapa kali mengulang pertanyaan untuk memastikan. Sikap Henri yang kerap menjawab "lupa" atau "tidak tahu" justru semakin memperkuat kesan adanya manipulasi.
Pelapor Terjepit, Fondasi Kasus Runtuh
Posisi Ikhwan sebagai pelapor kini sangat terpojok. Secara hukum, laporan pidana yang mengatasnamakan perusahaan wajib dilandasi kuasa resmi. Tanpanya, laporan tersebut dinyatakan cacat formil. "Jika pelapor mengaku bertindak atas nama perusahaan tapi tanpa kuasa sah, maka laporannya cacat formil. Ini masalah serius," tegas Niko Nixon Situmorang, salah satu pengacara Gordon.
Kelalaian ini tidak hanya menyeret Ikhwan, tetapi juga mencoreng institusi kepolisian. Polresta Barelang dinilai lalai karena menerima laporan tanpa memverifikasi keabsahan kuasa pelapor. "Ini bukan sekadar kelalaian, tapi bisa masuk maladministrasi. Proses hukum ini sejak awal dibangun di atas fondasi yang rapuh," tambah Nixon.
Akibatnya, Ikhwan justru terancam berbalik status dari pelapor menjadi terlapor. Tim hukum Gordon berpeluang melaporkannya atas dugaan pidana laporan palsu dan pemberian keterangan palsu.
Dugaan Rekayasa Kian Nyata
Tim hukum Gordon menilai, pengungkapan ini semakin menguatkan motif rekayasa. Nixon menegaskan bahwa akar masalah sebenarnya adalah kekacauan internal perusahaan (Moya saat transisi ke ABHI), bukan tindakan pidana Gordon. "Mengapa kasus yang lemah ini dipaksakan hingga berkas P21? Di sinilah letak rekayasanya," ujarnya.
Mereka mendesak agar dugaan rekayasa yang melibatkan penyidik hingga Kasat Reskrim Polresta Barelang segera diusut tuntas oleh Propam Polda Kepri. Kasus Gordon Silalahi kini telah berubah menjadi cermin suram penegakan hukum, membuka tabir potensi kriminalisasi, kelalaian aparat, dan rekayasa yang mencederai keadilan. Jika fondasi kasus ini memang cacat, maka yang seharusnya disidang adalah pihak-pihak yang diduga mengatur skenario hukum ini dari belakang.
Editor Don.




Post a Comment