Dari 505 Panti Pijat Yang di Gerebek, Otoritas Malaysia Tahan Ribuan Wanita Terduga Pekerja Seks
Ilustrasi/net. |
Ratusan panti pijat tersebut digerebek karena para karyawatinya diduga menawarkan jasa layanan seksual ilegal.
Menurut laporan New Strait Times, Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM) Wan Ahmad Najmuddin mengatakan bahwa penggerebekan itu dilaksanakan antara bulan Januari hingga Mei 2018.
Penggerebekan berfokus pada panti pijat di wilayah Selangor, Kuala Lumpur, Johor, dan Perak.
Wan Ahmad memaparkan, PDRM menahan lebih dari seribu karyawati panti pijat sejak awal 2018. Mereka diduga menawarkan jasa layanan seksual ilegal.
"Usai penggerebekan, kami memahami bahwa perempuan warga negara Thailand adalah yang terbanyak ditahan," kata Wan Ahmad Najmuddin kepada New Strait Times, seperti dikutip dari Channel News Asia, Minggu (17/6/2018).
Dari jumlah itu, 434 perempuan merupakan warga negara Thailand, 285 dari Vietnam, 153 dari Indonesia, 142 dari China, dan 34 dari Filipina.
Segelintir sisanya merupakan perempuan dari Kamboja, Myanmar, Laos, dan Bangladesh.
Wan Ahmad menambahkan, operasi yang dilakukan oleh PDRM dan Departemen Imigrasi Malaysia membuahkan hasil positif dan selaras dengan hukum yang berlaku.
"Tindakan yang diambil, yang selaras dengan UU Pencegahan Kejahatan 1959, UU Anti-perdagangan Orang dan Anti-Penyelundupan Migran, telah membuahkan hasil berupa pembatasan terhadap aktivitas-aktivitas ilegal yang berkaitan," kata Wan Ahmad.
Sampai berita ini turun, ribuan warga negara asing itu masih ditahan untuk diproses hukum lebih lanjut oleh otoritas Malaysia.
Sementara itu, beberapa pekan sebelumnya, Kementerian Luar Negeri RI memulangkan 404 WNI kelompok rentan dari Detensi Imigrasi Malaysia dan penampungan sementara KBRI Kuala Lumpur serta KJRI Johor Bahru pada 6 Juni 2018.
Seperti dikutip dari Kemlu.go.id, Sabtu (9/6/2018), sebanyak 222 orang dipulangkan oleh KJRI Johor Bahru melalui jalur laut, pelabuhan Pasir Gudang dan Stulang Laut.
Sementara 182 lainnya dipulangkan oleh KBRI Kuala Lumpur melalui jalur udara dengan penerbangan kemanusiaan Lion Air dari Bandara KLIA menuju Jakarta.
Sementara 182 lainnya dipulangkan oleh KBRI Kuala Lumpur melalui jalur udara dengan penerbangan kemanusiaan Lion Air dari Bandara KLIA menuju Jakarta.
Dari jumlah tersebut, 392 WNI itu di antaranya perempuan dan 12 lainnya anak-anak.
Mereka yang dipulangkan melalui jalur laut pada umumnya berasal dari pulau Sumatera dan sekitarnya. Setibanya di pelabuhan Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau, mereka ditangani oleh Kementerian Sosial untuk selanjutnya dipulangkan ke daerah asal masing-masing.
Sementara itu, mereka yang dipulangkan melalui jalur udara pada umumnya berasal dari pulau Jawa, NTB dan NTT. Setibanya di Bandara Soekarno-Hatta, mereka ditangani dan dipulangkan ke daerah asal dengan bantuan BNP2TKI.
Sejak pertengahan tahun 2017, Pemerintah Malaysia sementara waktu tidak lagi membiayai deportasi sebagaimana yang dilakukan selama ini. Kebijakan tersebut diambil karena masalah internal di Pemerintah Malaysia.
Hal itu mengakibatkan jumlah WNI pelanggar keimigrasian yang ditahan Pemerintah Malaysia di 13 rumah detensi keimigrasian di wilayah Semenanjung, mencapai hampir tiga ribu WNI hingga akhir Mei 2018.
Sebagian besar mereka sudah berada di detensi selama berbulan-bulan. Di antaranya terdapat sekitar 377 wanita dan anak-anak yang karena alasan kemanusiaan dibantu pemulangannya oleh Kementerian Luar Negeri.
Berdasarkan data, sebanyak 27.842 WNI dideportasi dari seluruh Malaysia pada tahun 2016 dan 17.153 pada paruh pertama 2017.
Menurut data pemerintah Malaysia, setengah dari 2,5 juta pendatang tanpa ijin di Malaysia adalah WNI. Masalah WNI pendatang tanpa ijin di Malaysia menjadi perhatian pemerintah kedua negara.
Sumber Liputan6.com
Sumber Liputan6.com
Post a Comment