Header Ads


 

Terkait Lahan Kampung Belimbing Bengkong, Warga Minta Ombusmen Awasi Kinerja Bp Batam

BATAM - Pengalokasian lahan yang dilakukan BP Batam pada pengembang yakni PT Dharma Kemas Berganda (DKB) dan penerbitan sertipikat lahan yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) kota Batam membuat masyarakat di Kampung Belimbing kawatir. Pasalnya, hingga saat ini pengelokasian lahan di Batam yang melibatkan ketiga intasi tersebut masih diragukan terkait lahan Kampung Belimbing, Sadai-Bengkong.

Ada 3 sistem penarikan/penagihan uang yang dilakukan PT Dharma Kemas Berganda kepada masyarakat di Kampung Belimbing yakni :
– Biaya Pembayaran UWTO kepada pihak perusahaan
– Faktur biaya pembelian tanah
– Biaya Peralihan hak

Hal inilah yang menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat kepada BP Batam, sebab pembayaran UWTO & Faktur pembelian tanah hingga saat ini menjadi pelemik khususnya pada masyarakat di Kampung Belimbing tersebut.

Anto salah satu warga mengaku bahwa dirinya telah melunasi pembayaran UWTO dengan harga Rp.105.000,-/m2, atas luas lahan 93 m2 kepada PT Dharma Kemas Berganda pada tahun 2012 silam. Kemudian melanjutkan pengurusan sertipikat melalui Bank Riau Kepri, dan pihak PT DKB memberikan faktur 43 meter dengan biaya 173.000/m2.

"Heran saja, dari 93 meter malah berkurang menjadi 43 meter, makanya sisanya kurang dari separuh, jadi bangunan saya sebesar itu apakah harus di bongkar. Sementara biayanya sudah saya lunasi," Ujar Anto.

Ia pun menyebutkan lagi, dirinya pernah menerangkan hal tersebut pada Ade selaku sekretaris PT DKB saat bertemu di BP Batam, akan tetapi saat itu Anto menjelaskan maksud dari BP Batam meminta 7 meter lahan yang dibelinya, Ade pun malah menjawab pada Anto agar dirinya mengajukan sendiri ke BP Batam.

"SPJ nya saja terindikasi batal demi hukum, bagaimana BP Batam, Pengembang dan BPN terus membiarkan hal tersebut. Akibat hal ini banyak masyarakat yang dirugikan dan berhadapan dengan masalah ketidak pastian atas kepemilikan terhadap tempat tinggalnya," jelasnya.

Menurutnya, pihak pengembang, BP Batam dan BPN menjalankan tugasnya dalam tata kelola pengelolaan lahan seharusnya sesuai dengan tata kelola yang baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Semangat revolusi mental dalam pelayanan masyarakat yang sering di gaungkan bapak Presiden Jokowidodo harusnya menjadi motivasi bagi BP Batam dan BPN untuk lebih profesional dalam melaksanakan amanat pelayanan publik yang sesuai dengan tata kelola yang baik dan ketaatan dalam melaksanakan peraturan yang berlaku sehingga tidak merugikan banyak masyarakat.

”Diharapkan Obudsman lebih berperan active dalam melakukan pengawasan terhadap BP Batam dan BPN, sehingga tata kelola yang baik dan peraturan benar – benar dilaksanakan dengan profesional” pinta nya anto lagi.

Dia menambahkan sebagai gambaran apabila SPJ antara BP Batam dan pengembang/perusahaan tercantum sebuah pasal bahwa pengembang/perusahaan harus membangun, apabila tidak membangun maka SPJ batal demi hukum, namun kenyataan dilapangan pasal tersebut seakan akan diabaikan oleh semua pihak terkait, hal tersebut terbukti dimana pihak pengembang/perusahaan PT.Dharma Kemas Berganda menjual lahan atau menarik UWTO kepada masyarakat yang memiliki bangunan diatas lahan/lokasi tersebut.

Lebih mengherankan lagi dilanjutkan dengan proses AJB pada notaris dimana salah satu bunyi object jual – beli adalah rumah/bangunan milik warga diatas lahan/lokasi tersebut.

Tidak berhenti sampai di situ, namun dilanjutkan dengan penerbitan pecah sertifikat oleh BPN dan proses pemberian kredit pinjaman dari sebuah BPR.

Diharapkan Ombudsman dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk berperan active dalam melakukan pengawasan terhadap intansi dan lembaga keuangan (BPR) dalam proses tersebut, sehingga tata kelola yang baik dan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku dapat terwujud dan pelanggaran hukum dapat di cegah.

Besar harapan masyarakat agar BPN tidak menerbitkan sertipikat yang terindikasi mengandung unsur cacat administrasi, dan apabila sudah terjadi hal tersebut di harapkan BPN untuk segera melakukan pembatalan terhadap sertipikat hak atas tanah yang sudah diterbitkan namun mengandung unsur cacat administrasi.

Demikian juga dengan BPR untuk taat dan patuh terhadap peraturan per bankan dan peraturan OJK dalam proses pemberian pinjamanannya terkait kepemilikan tempat tinggal/rumah di kota Batam, tutup nya.

(sumber DGN/tim Amjoi)

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar