Masalah Lahan Kampung Belimbing Sadai, Ini Penjelasan Deputi IV BP Batam
BATAM - Terkait permasalahan lahan di Kampung Belimbing Sadai yang
dijual pihak perusahaan ke masyarakat dengan harga Rp 285.000/M2 hingga
Rp 700.000/M2. Deputi IV Badan Pengusahaan (BP) Batam Ir. Purba Robert
Sianipar mengatakan bahwa lahan yang dialokasikan keperusahaan harus
terlebih dahulu dibangun sebelum diperjual-belikan.
"Kalau lahan tersebut bukan Kavling Siap Bangun (KSB) pihak perusahaan penerima alokasi lahan harus membangun dulu. Baru nanti kalau dia mau pecah PL atau mau diberikan kepada masyarakat, perusahaan tersebut harus membangun lahan itu terlebih dahulu," ujarnya pada tim AMJOI Group, Selasa(26/9/2017)lalu, saat ditemui ruang kerjanya.
Robert menegaskan, pihak perusahaan yang mendapat alokasi lahan dari BP Batam tidak boleh memperjual belikan pada masyarakat begitu saja. "Kalau pihak perusahaan tidak membangun kemudian menjual lahan tersebut kepada masyarakat itu sama dengan MAKELAR” ucapnya tegas.
Masih kata Robert, saat ini BP Batam belum mengalokasian lahan baru sebelum ada SPJ dan skepnya. "Mau bangun apa, misalnya hotel butuh lahan/tanah seluas 25 hektar dan berapa nilai investasi, itu harus terukur. Dan intinya perusahaan yang mendapat alokasi lahan dari BP Batam tidak boleh memperjual belikan atau mengalihkan hak pada orang lain sebelum terjadi pembangunan," tuturnya.
Boru Tambunan salah satu warga yang sudah tinggal sejak tahun 1998 dan memiliki bangunan permanen diatas lahan yang dimaksud yakni Kampung Belimbing Sadai. Lalu BP Batam mengalokasikan lahan tersebut ke pihak perusahaan sekitar tahun 2013, yang mana kondisi bangunan rumah permanen milik masyarakat sudah padat penduduk serta tertata rapi.
"Kalau perusahaan mendapatkan alokasi lahan seluas 10 hektar, dan kemudian memperjual belikan kepada warga dalam bentuk kavling. Apakah ini bukan mekelar lahan ?, apalagi perusahaan tersebut mampu menyelesaikan sebagian pengurusan sertifikat di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Batam," ujar boru Tambunan, senada bertanya.
Lanjutnya, "Memang tidak bisa dipungkiri, banyaknya oknum-oknum pemerintah yang berjamaah dengan pihak swasta untuk memodifikasi segala persyaratan administrasi, seolah-olah resmi dan sah secara hukum demi segepok keuntungan. Padahal perbuatan tersebut mengorbankan masyarakat umum." Pungkasnya.
tim AMJOI.
"Kalau lahan tersebut bukan Kavling Siap Bangun (KSB) pihak perusahaan penerima alokasi lahan harus membangun dulu. Baru nanti kalau dia mau pecah PL atau mau diberikan kepada masyarakat, perusahaan tersebut harus membangun lahan itu terlebih dahulu," ujarnya pada tim AMJOI Group, Selasa(26/9/2017)lalu, saat ditemui ruang kerjanya.
Robert menegaskan, pihak perusahaan yang mendapat alokasi lahan dari BP Batam tidak boleh memperjual belikan pada masyarakat begitu saja. "Kalau pihak perusahaan tidak membangun kemudian menjual lahan tersebut kepada masyarakat itu sama dengan MAKELAR” ucapnya tegas.
Masih kata Robert, saat ini BP Batam belum mengalokasian lahan baru sebelum ada SPJ dan skepnya. "Mau bangun apa, misalnya hotel butuh lahan/tanah seluas 25 hektar dan berapa nilai investasi, itu harus terukur. Dan intinya perusahaan yang mendapat alokasi lahan dari BP Batam tidak boleh memperjual belikan atau mengalihkan hak pada orang lain sebelum terjadi pembangunan," tuturnya.
Boru Tambunan salah satu warga yang sudah tinggal sejak tahun 1998 dan memiliki bangunan permanen diatas lahan yang dimaksud yakni Kampung Belimbing Sadai. Lalu BP Batam mengalokasikan lahan tersebut ke pihak perusahaan sekitar tahun 2013, yang mana kondisi bangunan rumah permanen milik masyarakat sudah padat penduduk serta tertata rapi.
"Kalau perusahaan mendapatkan alokasi lahan seluas 10 hektar, dan kemudian memperjual belikan kepada warga dalam bentuk kavling. Apakah ini bukan mekelar lahan ?, apalagi perusahaan tersebut mampu menyelesaikan sebagian pengurusan sertifikat di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Batam," ujar boru Tambunan, senada bertanya.
Lanjutnya, "Memang tidak bisa dipungkiri, banyaknya oknum-oknum pemerintah yang berjamaah dengan pihak swasta untuk memodifikasi segala persyaratan administrasi, seolah-olah resmi dan sah secara hukum demi segepok keuntungan. Padahal perbuatan tersebut mengorbankan masyarakat umum." Pungkasnya.
tim AMJOI.
Post a Comment